Reformasi Bahasa
Para filsuf juga tertarik untuk memperbaiki
bahasa. Bahasa seharusnya diperbaiki karena kegiatan keilmuan para filsuf boleh
dikatakan tergantung kepada pemakaian bahasa. Di lain pihak, telah banyak
keluhan dari sarjana di berbagai bidang bahwa bahasa yang mereka pakai
mengandung banyak kelemahan.
Keluhan
para filsuf terhadap kelemahan bahasa terwujud dalam beberapa bentuk. Sebagai
misal, Plotinus dan Bergson menganggap bahwa bahasa itu tidak cocok untuk
dipakai sebagai dasar formulasi kebenaran yang fundamental. Menurut pendapat
mereka, orang akan dapat memahami kebenaran hanya kalau mereka itu menyatu
dengan kenyataan dan tanpa bahasa. Paling-paling bahasa hanya mampu
menggambarkan kebenaran itu dengan gambaran yang bengkok.
Jadi,
dalam hal ini, ada dua pandangan yang berbeda terhadap bahasa ini. Pertama ,
pandangan yang mengatakan bahwa bahasa itu masih dapat berfungsi untuk menjadi
sarana pengantar filsafat. Akan tetapi, dalam pengalaman pemakaian ini tidak
baik, karena si pemakai sendirilah yang salah. Si pemakai menyimpang dari cara
pemakaian bahasa yang baik dan yang benar, tanpa memberikan makna apa-apa
terhadap penyimpangan yang mereka lakukan. Dalam kelompok ini terdapatlah
misalnya orang-orang seperti Locke dan Ludwig Wittgenstein. Locke tidak
menyukai jargon scholastik . Wittgenstein berkata bahwa kebanyakan masalah yang
timbul dalam pembicaraan filsafat berasal dari kenyataan bahwa para filsuf
menggunakan terminologi (istilah) secara menyimpang, berlainan dengan makna
yang sebenarnya.
Orang-orang
dari kelompok kedua berpendapat bahwa bahasa yang kita pakai sehari-hari ini
memang kurang kuat, kurang cermat, kurang memenuhi syarat, kurang sesuai untuk
dipakai sebagai sarana pengantar filsafat. Bahasa kita itu samar, tidak
eksplisit (tidak lugas), mengandung keraguan (ambigu), kurang mandiri atau suka
tergantung pada konteks ( context dependent ) dan sering menimbulkan salah
paham. Di dalam kelompok ini terdapatlah orang-orang seperti Leibniz, Russel,
dan Carnap yang menginginkan timbulnya suatu bahasa buatan manusia yang lebih
sesuai untuk filsafat. Bahasa buatan manusia itu perlu diusahakan agar
kelemahan-kelemahan yang ada di dalam bahasa alamiah dapat dikoreksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar