Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani philosophia. Philos berarti suka, cinta,
atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya
kebijaksanaan. Dengan demikian, secara sederhana, filsafat dapat diartikan
cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.
Ada beberapa definisi filsafat yang telah
diklasifikasikan berdasarkan watak dan fungsinya sebagai berikut:
- Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
- Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
- Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Filsafat bisa dimengerti dan dilakukan melalui
banyak cara, sehingga berlaku prinsip “Variis modis bene fit”, dapat
berhasil melalui banyak cara yang berbeda. Bertens menengarai ada beberapa gaya
berfilsafat. Pertama, berfilsafat yang terkait erat dengan sastra.
Artinya, sebuah karya filsafat dipandang melalui nilai-nilai sastra tinggi.
Contoh: Sartre tidak hanya dikenal sebagai penulis karya filsafat, tetapi juga
seorang penulis novel, drama, scenario film. Bahkan beberapa filsuf pernah
meraih hadiah Nobel untuk bidang kesusasteraan.
Kedua, berfilsafat yang dikaitkan dengan
social politik. Di sini, filsafat sering dikaitkan dengan praksis politik.
Artinya sebuah karya filsafat dipandang memiliki dimensi-dimensi ideologis yang
relevan dengan konsep negara. Filsuf yang menjadi primadona dalam gaya
berfilsafat semacam ini adalah Karl Marx (1818-1883) yang terkenal dengan
ungkapannya: “Para filsuf sampai sekarang hanya menafsirkan dunia. Kini
tibalah saatnya untuk mengubah dunia”.
Ketiga, filsafat yang terkait erat
dengan metodologi. Artinya para filsuf menaruh perhatian besar terhadap
persoalan-persoalan metode ilmu sebagaimana yang dilakukan oleh Descartes dan
Karl Popper. Descartes mengatakan bahwa untuk memperoleh kebenaran yang pasti
kita harus mulai meragukan segala sesuatu. Sikap yang demikian itu dinamakan
skeptis metodis. Namun pada akhirnya ada satu hal yang tidak dapat kita
ragukan, yakni kita yang sedang dalam keadaan ragu-ragu, Cogito Ergo Sum.
Sumber:
Mustansyir, Rizal.2008.Filsafat
Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar