About

Selasa, 12 Desember 2017

Ibu Guru Sekolah Dasar plus Ibu Rumah Tangga

Ibu Guru Sekolah Dasar plus Ibu Rumah Tangga
Sebelumnya saya ingin memberitahukan kepada semua membuat artikel ini, tujuan saya membuat artikel ini untuk menyelesaikan tugas akhir pada maka kuliah Stategi Pembelajaran, yang dimana mengharuskan saya membuat artikel ini dengan pemberian tugas melaksanakan pembelajaran langsung di sekolah dasar. Di Sekolah Dasar Negeri Kaligandu saya mengajar 4 kali pertemuan, saya mengajar dikelas 4a. Dikelas 4a ini sudah memakai kurikulum 2013, saya bertemu dengan ibu Arni sebagai wali kelas 4a. Pada saat saya melakukan kegiatan pembelajaran di dalam kelas ada beberapa sudut pandang siswa yang perlu diperhatikan, antara lain: dari segi psikologi, selama pembelajaran berlangsung peserta didik terlihat aktif, antusias dan bersunggug-sungguh. Akan tetapi ada beberapa siswa yang cenderung diam dan pasif di karenakan mereka jenuh dan bosan dengan pembelajaran yang monoton.. Hal ini berarti keadaan fisik anak yang berbeda dari anak sebayanya cenderung pendiam dan pemalu hal ini dikuatkan dengan teori.
Menurut Gunarsah (2001:12) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan  sifat pemalu yakni keadaan fisik, kesulitan dalam berbicara, kurang terampil  dalam berteman, harapan orang tua terlalu tinggi, pola asuh yang mencela, unsur  keturunan, masa kanak-kanak kurang gembira, kurang bermasyarakat, perasaan rendah diri, dan pandangan orang lain. Keadaan fisik menyebabkan sifat pemalu, sebab anak yang sering sakit  kurang mempunyai peluang melakukan berbagai aktivitas. Baik aktivitas dalam  gerak motorik, sosial maupun aktivitas lainnya. Anak sering sakit tentu saja membuat ruang gerak akan menjadi terbatas dan anak tidak bebas bermain seperti anak yang sehat lainnya. Kelainan fisik juga dapat menumbuhkan rasa malu pada anak.
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini ada beberapa hal yang saya temukan di saat proses pembelajaran diantaranya, menemukan bahwa dengan pemberian rewad dan punishment akan lebih meningkatkan motivasi belajar siswa. Saat siswa di berikan rewad siswa menjadi lebih aktif dan semangat ketika diberikan tugas oleh guru. Dan dengan pemberian punishment meminimalisir perilaku siswa yang mengganggu pembelajaran, siswa yang diberi punishment dan siswa yang lain pun cenderung tidak mengulangi kembali perilaku tersebut. Contohnya saat kegiatan pembelajaran berlangsung beberapa siswa maju kedepan dan mendapatkan rewad maka siswa lainpun antusias untuk maju kedepan untuk mengerjakan tugas dan sebaliknya saat salah seorang siswa yang membuat keributan dan diberikan punishment oleh guru pada saat itu siswa tersebut diam dan tidak mengulangi perilaku tersebut begitu pula teman-temannya yang lain.
Menurut Arshi ningsih (2005:20) bahwa rewad dan punishment merupakan bentuk penguatan positif yang bersumber dari teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon.
Diatas adalah salah satu penemuan mengajar saya di kelas 4a, selain penemuan dikelas saya juga mendapatkan pengetahuan dan mendapatkan pengalaman yang sangat berharga, dari ibu Arni saya mendapatkan pengelaman bagaimana menjadi Ibu guru yang dimana ibu Arni disini sudah berkeluarga dan juga pada saat itu ibu Arni pun sedang mengandung buah hatinya. Dimana seorang perempuan jika dia sudah mempunyai keluarga itu tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tetapi ibu Arni disini menjadi seorang guru. Memang pada hakikatnya perempuan jika sudah berkeluarga tugasnya menjadi ibu rumah tangga yang baik untuk suaminya dan anak-anaknya.
Tetapi pada zaman yang semakin canggih dan juga biaya hidup, Pendidikan yang semakin mahal maka tidak ada salahnya seorang perempuan itu bekerja. Apa lagi bekerja menjadi seorang guru, pekerjaan menjadi seorang guru adalah pekerjaan yang sangat mulia. Seorang perempuan yang menjadi seorang guru apalagi guru sekolah dasar adalah tugas yang tidak mudah dimana dia harus menyelesaikan tugasnya dulu sebagai ibu rumah tangga untuk melayani suaminya dan juga mendidik anaknya dan merawat anaknya. Pagi sebelum anak dan suaminya bangun dia harus sudah bangun terlebih dahulu dan menyiapkan apa saja yang dibutuhkan suaminya untuk kerja dan mempersiapkan alat-alat sekolah, sarapan pagi untuk anaknya sebelum seorang guru perempuan berangkat ke sekolah untuk melaksanakan tugas negaranya sebagai guru sekolah dasar.
Semua kegiatan yang dijalani dengan sabar dan penuh bersyukur dengan semuanya maka ke giatan tersebut tidak akan terasa lelah, seorang ibu rumah tangga yang menjadi seorang guru disekolah dasar itu harus menganggap siswanya sebagai anaknya sendiri karena katanya jika kita berbuat baik dan menganggap siswanya seperti anak sendiri maka anak kitapun disekolah tersebut akan disayang dan diperlakukan baik pula dengan guru di sekolahnya. Menghadapi semua siswa di sekolah bukan hal yang mudah jika kita tidak menjalankannya dengan sepenuh hati maka kita akan cape sendiri dan apa yang diajarkannya pun tidak akan dimengerti dengan siswa.
Dengan artikel ini semoga dapat memberikan sedikit pengetahuan bagaimana seorang perempuan yang sudah berkeluarga dan menjadi Ibu rumah tangga. Selebihnya memilih dan menetapkan dirinya untuk berperan ganda selain menjadi ibu rumah tangga seorang perempuan itu juga menjadi seorang guru sekolah dasar untuk membangun negara yang lebih baik, dari kita semua dimulai sejak dini.

Selasa, 27 Desember 2016

Sertifikat Seminar Nasional dan Bedah Buku


Kelemahan Filsafat Marx dan Marcuse

Kelemahan Filsafat Marx dan Marcuse
Baik  filsafat Marx maupun filsafat Marcuse merupakan refleksi atas arti dan fungsi pekerjaan.  Dalam rangka ini  mereka mengkritik  sistem produksi liberalisme.  Kelemahan  filsafat Man ialah bahwa dalam pandangannya manusia tidak tidak daripada sekadar makhluk yang bekerja.  Dimensi lain se nilai tersendiri diakui.  Jika si pekerja dibebaskan dari perbudakan sistem kapitalisme,  ia hidup senang dan bahagia.  Dalam  dan melalui pekerjaannya manusia merealisasikan diri.    
Pandangan  Marcuse dengan hal ini berbeda.  Untuk hidu bahagia sehubungan dan untuk menjadi manusia yang utuh,  dimensi lain diperlukan.  Namun,  kurang jelas siapakah manusia multidimensional.  Dimensi religius dan dimensi sosial kurang muncul.  Pandangan Marcuse oleh hiens"  uizin dan psikologi Freud yang individualistis dan seksual erotis. "Eros"  tertekan oleh'Logos'  liberalisme,  dan penindasan yang berlebihan masih diteruskan sampai zaman sekarang ini(pertengahan abad yang lampau).  Revolusi seksual merupakan suatu pemberontakan "eros" terhadap "logos".

Sumber: Adelbert, 2004. Antropologi Berfilsafat. Yogyakarta:Pustaka Filsafat


Keragaman etika lingkungan

Keragaman etika lingkungan
'Keragaman' artinya 'macam-macam', 'keanekaragaman'. 'keragaman' mempunyai arti yang khusus, yaitu berpacu pada keanekaragaman  antara orang-orang pada pusat dimensi khusus, seperti: entis dan budaya, jenis kelamin, orientasi seksual. bahasan pokok adanya filasat, yaitu di kenal dengan 'Lihat dan Melihat. Itu seperti ini, bukan?' Ini seperti kepekaan pada sesuatu, karena kepekaan merupakan bagian dari pengalaman sehari-hari, dapat dengan mudah dipahami dalam konteks akademik. etika lingkungan menjadi pendidikan yang mengekalkan pikiran dan jalan pikiran yang dapat membentuk keragaman dari etika. teori  naturalistik yang mengemukakan bahwa wujud manusia dengan mudahnya berevolusi seperti yang mereka lakukan, dan dengan teori teologis yang mengemukakan bahwa ada rencana Tuhan dibalik sifat alami manusia. kesamaan dari kedua teori antara teologis dan naturalistik dapat menunjukkan tentang sifat alami manusia.
Manusia adalah makhluk sosial. makhluk rasional. Artinya, manusia tidak selalu berpikir atau berlaku cukup rasional daripada irasional. manusia dapat dengan sadar mengikuti aturan dan sadar akan hak mereka. Manusia peka, Manusia memiliki masa depan, manusia bersifat rentan, dapat rusak dan dapat menderita secata fisik dan terluka secara emosional. Blackburn (2001: 4) mengemukakan bahwa manusia juga makhluk sosial. Faktanya, jika semua manusia berbuat benar, maka kemungkinan manusia dapat menjadi makhluk sosial secara mutlak, manusia dapat mengevaluasi. Setiap ada suatu perubahan akan manusia respon dengan positif atau dengan negatif. evaluasi mengenai perubahan ini terjadi pada konteks komunikasi;
Manusia yang rasional tetapi atomistik, tidak akan dapat hidup pada etika lingkungan. Menjadi makhluk sosial artinya kita memiliki banyak keinginan untuk orang lain.  Sebagai makhluk sosial artinya dapat mengevaluasi, dan mampu mengikuti aturan, mengembangkan nilai norma mengenai bagaimana manusia memperlakukan satu sama lain.  Norma-norma yang muncul dapat berupa larangan atau batasan  norma yang baru tersebut dikenal sebagai moralitas yang pada dasarnya adalah tentang memperingatkan satu sama lain, norma ini dinyatakan dalam aturan yang mengatakan 'lakukan ini' dan 'jangan lakukan itu'.  Gambaran ini membuat moralitas dalam beberapa hal memiliki kemiripan dengan hukum suatu negara. moralitas dianggap sebagai pedoman jika manusia ingin melakukan sesuatu. moralitas dalam arti sempit' adalah seperangkat paksaan yang diakui secara sosial mengenai suatu perilaku, di mana paksaan tersebut diambil secara serius untuk melindungi orang lain dari beberapa akibat adanya kekurangan manusia antara satu dengan yang lain.
Beberapa filsuf (termasuk William 1985) berpendapat berbeda antara moralitas (dalam arti sempit tentang apa yang kita dapat satu sama lain) dan etika, yang mencakup seluruh bidang evaluasi yang berkaitan dengan bagaimana kita menjalani hidup.  norma itu menentukan atau melarang perilaku yang berkaitan dengan motif dan perasaan. Pendidikan yang berorientasi pada norma-norma tidak dapat dibatasi dengan hanya memastikan bahwa orang tersebut taat pada norma, tanpa pengawasan lanjut dari pendidiknya.
Jika perilaku seseorang terhadap yang lain tidak pernah melanggar hak-hak pihak lain, dan selalu dalam batas-batas kesopanan dan kesantunan, kita bisa berpikir itu membuat perbedaan apakah orang pertama menghormati yang lain, atau hanya kelihatannya menghormati sementara sebenarnya meremehkan yang lain. Pikirkan perdebatan  tentang euthanasia di mana seseorang sakit parah dan dalam kesulitan besar yang berkelanjutan (dan mengajukan pertanyaan, bukan apakah hukum negara akan membolehkan euthanasia, tapi apakah tindakan euthanasia pernah secara moral diperbolehkan). Beberapa orang akan berpikir dalam hal hukum moral yang melarang membunuh, apa pun motifnya. Orang lain akan berpikir bahwa tindakan euthanasia yang dilakukan dalam kasih sayang, dengan tujuan hemat korban dari penderitaan dan penghinaan, diperbolehkan - bahkan mungkin mengagumkan.
Jadi alasan pertama mengapa kita harus bergerak melampaui gagasan moralitas sebagai seperangkat aturan adalah bahwa kita perlu mengikuti perasaan dan motivasi diri kita sendiri. Alasan lain adalah bahwa kita tahu bahwa aturan, dan kewajiban yang mereka ciptakan, bisa bertentangan. Misalkan Anda telah berjanji kepada seorang teman bahwa Anda tidak akan mengungkapkan beberapa rahasia mereka; Tapi kemudian Anda menemukan diri Anda dalam situasi di mana satu-satunya cara untuk menghindari mengungkapkan rahasia itu dengan menceritakan kebohongan.  Jika Anda berpikir tentang situasi ini murni dari segi aturan moral, yang satu adalah 'tidak melanggar janji' dan yang lainnya adalah 'tidak berbohong', maka tidak akan ada cara untuk menghindari melakukan sesuatu yang salah.
Satu hal yang bisa kita lakukan dalam situasi di mana tidak ada panduan yang jelas yang bisa didapat dari berpikir dalam aturan moral adalah untuk melihat konsekuensi dari tindakan satu atau yang lain. Tetapi di mana tidak ada pertimbangan seperti menyelesaikan persoalan terlebih dahulu, sering satu-satunya langkah yang baik untuk dilakukan adalah melihat akibat-akibat dari bertindak dalam satu arah daripada yang lain. Tentu saja, akibat-akibat sendiri harus dibandingkan dan dievaluasi. Bagaimana kita membandingkan situasi? Beberapa filsuf berpikir bahwa itu selalu, setidaknya dalam teori, mungkin untuk membuat perbandingan dalam hal kebahagiaan, sehingga kita harus melakukan apa yang akan menaikkan tingkat terbesar kebahagiaan dicapai.
Kita tidak hanya mengevaluasi tindakan - sebagai benar atau salah, hal yang baik untuk dilakukan atau tidak, dan sebagainya. Kita bisa membuat semacam evaluasi seumur hidup, atau sebagian besar kehidupan. Mungkin 'sebagian besar kehidupan' ketika orang-orang muda mencoba untuk memutuskan apa yang mereka ingin lakukan pada hidup mereka. Apa yang akan menjadi sesuatu yang benar-benar diinginkan dalam hidup? Apa faktor yang mendasarinya? Kita juga dapat bertanya “Apakah kehidupan orang lain baik atau tidak?”.  “Apakah mereka hidup telah menyebabkan kehidupan yang tampaknya baik kepada mereka, membawa mereka kepuasan, dan sebagainya”.
Pada saat yang sama mungkin mustahil untuk mengatakan sebuah kehidupan yang baik bagi seseorang terjadi tanpa adanya pengaruh dari lingkungan masyarakat dimana ia hidup, mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial. Banyak penilaian yang kami lakukan atau buat tentang masyarakat atau urusan sosial negara. Jika kita memulai gagasan dari manusia sebagai makhluk sosial, kita harus menambahkan bahwa manusia bukan makhluk sosial saja namun mereka adalah mahkluk politik (kembali ke Aristoteles). Artinya, mereka cakap, rasional, kemampuan dalam komunikatif dan kooperatif, dengan begitu organisasi menjadi urusan mereka. Dalam pengertian ini sebagian besar dari aktivitas manusia seperti menilai, menyarankan, kritik, dan sebagainya merupakan kegiatan politik.
Kita menilai tindakan, kita menilai urusan negara, dan kami juga menilai orang. Dalam hal ini kita bukan hanya menilai yang dasar-baik dan buruk-tentang orang juga tentang tindakan dan urusan negara, tetapi kami memiliki beragam kata untuk menilai atau menggambarkan kualitas seseorang dalam cara menerima atau menolak. Kita dapat berpikir tentang kualitas yang diinginkan adalah kita mungkin menginginkan diri kita berkulitas, dan tentang kualitas dimana kita berharap untuk melihat orang lain (anak-anak kita sendiri berkualitas). Maka kualitas adalah sesuatu yang seringnya rumit, melibatkan persepsi, perasaan, motivasi dan tindakan.
Kita tidak akan memiliki rasa kepekaan akan lingkungan fisik tanpa menyadari apa yang lebih baik atau lebih buruk bagi lingkungan. Mungkin sebagian masyarakat ada yang memiliki rasa kepekaan itu, namun kebanyakan dari kita ide-ide ini menjadi hal yang penting bagi lingkungan yang hanya ada disekitar kita saja. Jika kita berpikir untuk menghindari program aksi yang memiliki dampak buruk bagi generasi keturunan kita nanti, yang memberikan alasan bagi kita untuk menghindari kerusakan lingkungan dimana keturanan kita akan mendapatkan dampaknya. Jika kita peduli dengan orang lain, bukan hanya orang-orang terdekat dengan kita baik berdasarkan tempat dan waktu tetapi juga orang-orang generasi yang akan datang, sekali lagi kami memiliki alasan untuk memilihara lingkungan.
Sejauh ini kita telah melihat unsur dari etika lingkungan hidup, karena banyak macam perbedaan dari faktor yang bisa menimpa setiap orang. Hanya saja faktor penting yang sebenarnya untuk individu tertentu bergantung pada lingkungan sosial individu tersebut secara langsung, dan sebagiannya lagi dipengaruhi oleh pendidikan formal. Satu pertanyaan tentang peran pendidikan formal adalah seberapa jauh pendidikan formal mengambil tanggung jawab untuk menjadikan semua orang sadar akan keragaman dan kekayaan akan lingkungan; pertanyaan lainnya adalah seberapa jauh hal itu dapat mendorong individu untuk memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan yang tersedia untuk moral penilaian (Haydon 1999: 124-126).


Konsepsi Nilai Pendidikan

Konsepsi Nilai Pendidikan
Apa yang harus dilakukan agar pendidikan menjadi berbagai nilai-nilai? yang maksud adalah "Bagaimana pendidikan harus dilanjutkan?, Tapi' Apa pendidikan harus bertujuan? Apa yang harus ia coba untuk mencapainya ? Apa yang akan dihitung sebagai keberhasilan? 'Kekhawatiran saya di sini terutama dengan apa yang dilakukan dengan sengaja di sekolah, dan karena saya ingin bertanya tentang tujuan pendidikan yang harus dipahami seluruhnya, dalam kaitannya dengan nilai-nilai, seperti yang saya jelaskan dalam pendahuluan, penggunaan 'Nilai pendidikan' sebagai singkatan, tapi tanpa mengandaikan apapun jawaban tertentu apakah harus ada bagian yang berbeda dari kurikulum atau jadwal yang harus berurusan dengan nilai-nilai, atau, jika ada menjadi daerah tersebut.
Salah satu tugas dari seorang filsuf dalam kaitannya dengan nilai nilai pendidikan adalah untuk fokus pada pertanyaan dari tujuan tersebut. Seorang filsuf tidak akan - dan tidak, dengan klaim otoritas - mencoba untuk memberitahu praktisi apa yang harus mereka lakukan di dalam kelas, atau memang untuk memberitahu para pembuat kebijakan. Namun filsuf cukup dapat mengambil pandangan bahwa refleksi pada tujuan kegiatan tersebut dapat meningkatkan kualitas kegiatan. Refleksi hati pada tujuan pendidikan nilai-nilai bisa menghindari guru dan pembuat kebijakan menempatkan waktu dan energi mereka menjadi sesuatu yang akan lebih baik tidak dilakukan sama sekali (karena, misalnya, mungkin indoctrinatory di beberapa secara halus); mungkin lebih dalam praktek dan lebih dgn biasa saja, di mana guru sudah terlibat dalam beberapa kegiatan yang bernilai mengejar, dan yang dilakukan di bawah label pendidikan nilai-nilai atau sesuatu yang berhubungan dengan itu, mereka cenderung melakukannya lebih efektif jika mereka jelas tentang tujuan mereka.

Dalam bab ini saya akan membahas berbagai konsepsi nilai-nilai pendidikan, dibedakan terutama oleh tujuan mereka berbeda. Saya tidak akan mengklaim memiliki kelelahan semua konsepsi yang mungkin pendidikan nilai-nilai; Saya berkonsentrasi pada beberapa yang tidak hanya mungkin tetapi sebenarnya berlangganan dengan refleksi lebih atau kurang dengan angka yang cukup besar dari orang. Pada akhir bab I akan menambah daftar dua saran terkait yang menggambar langsung pada gagasan lingkungan etika.

Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kurikulum Sekolah

 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kurikulum Sekolah
Kurikulum sekolah berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan yang sulit untuk membuat generalisasi empirisnya. Tingkat kontrol publik atas kurikulum jauh lebih besar di Negara lainnya. Terdapat beberapa kontrol terpusat, persyaratan kurikuler dapat cepat berubah dengan adanya perubahan kebijakan dari pemerintah. Mungkin ada atau mungkin tidak menjadi persyaratan untuk program spesifik yang memiliki perhatian khusus untuk nilai-nilai, dan di mana ada program seperti itu, mereka dapat dikategorikan sangat berbeda. Terdapat lingkup yang besar untuk berbagai konten termasuk dalam kategori tersebut. Dan jika tidak ada program yang berkategori seperti itu, ini tidak berarti bahwa tidak ada harapan nilai-nilai pendidikan akan ditempuh dalam beberapa cara.
Titik utama di sini adalah untuk mempertimbangkan rentang belajar kurikulum. Dimana rentang pembelajaran harus dibagi antara daerah yang berbeda, meskipun tidak sepele karena penamaan bidang kurikulum dapat membawa pesan tertentu. konsepsi yang berbeda dari moralitas, dapat disampaikan jika gagasan moralitas dipandang jauh di bawah pendidikan agama atau di bawah kewarganegaraan. Tapi nilai pendidikan harus ada dalam hal apapun. Jika kita memahami ruang lingkup pendidikan nilai yang mengacu pada lingkup lingkungan etika, maka kita dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan etika akan berkaitan dalam lingkup nilai pendidikan (open-endedness ini belum tentu masalah, karena memberikan beberapa ruang lingkup untuk penilaian keprofesionalan guru tentang apa yang relevan untuk nilai-nilai pendidikan).
Dalam konteks wajib belajar, fakta bahwa ada sesuatu dalam kurikulum bahwa belajar dapat memiliki beberapa nilai, dan tidak ada ajaran dalam konteks yang dapat menjadi nilai-netral.

Sementara akan berakibat dalam kurikulum yang tidak relevan dengan nilai-nilai pendidikan. Kita seharusnya tidak mengabaikan nilai-nilai estetika. Meskipun mungkin tampak jelas dari namanya 'nilai-nilai pendidikan' akan mencakup nilai-nilai estetika, sebenarnya istilah tersebut cenderung terbatas.

Karl Marx: Manusia makhluk yang Bekerja

Karl Marx:  Manusia makhluk yang Bekerja
Karl Marx lahir tahun 1818 di Trier dan meninggal di London tahun 1883.  Marx dengan  sangat tajam menganalisis dan mengkritik sistem liberalisme yang berlaku  fado sista pada masanya.  Produksi yang sebenarnya dimaksud  untuk matembuat manusia menjadi bebas,  tetapi “de facto” membuat manusia menjadi budak. Sipekerja diasingkan dari dirinya sendiri. Menurut pandangan Karl Marx, sistem kapitalis itu suatu saat akan hancur.
Manusia Makhluk yang Bekerja
Dalam pandangan Marx,  manusia adalah makhluk yang bekerja.  Inilah hakikat manusia.  Dalam dan melalui pekerjaannya manusia menjadi diri sendiri,  bebas dan bahagia.  Untuk bekerja ia menciptakan alat.  Alat produksi makin lama makin berkembang. Sejarah alat produksi menentukan sejarah manusia.  Bekerja berarti bekerja.  sama.  Jadi,  dalam dan melalui pekerjaan manusia menjadi saudara bagi sesamanya.  enjadi Alat dan sistem produksi menentukan hubungan antarmanusia.
Materialisme Historis dan Dialektis
Filsafat Marx disebut materialisme historis,  sejarah materi yaitu sejarah alat-alat produksi sebagai susunan bawah menentukan susunan atas.  Hukum,  kesenian,  etika,  agama,  dan seterusnya,  termasuk dalam susunan atas Kalau sistem produksi bersifat kapitalis,  maka seluruh susunan atasjuga bersifat kapitalis dan mendukung tension golongan yang berkuasa.  Undang-undang melulu membela kaum kapitalis.  Etika pun mendukung golongan yang berkuasa.  Agama disebutnya racun karena mem-  volusi.  buat kaum buruh sabar dan tidak protes.  Mereka mengharapkan suatu kebahagiaan sesudah kehidupan di dunia ini.  Filsafat Man juga disebut materalisme dialektis nyem akhluk karena gerakan sejarah n dialektis melalui tesis,  antitesis dan sintesis.
Sumber: Adelbert, 2004. Antropologi Berfilsafat. Yogyakarta:Pustaka Filsafat